Minggu, 27 September 2009

RANGKUMAN MATERI RESENSI DALAM BUKU KOMPOSISI KARANGAN PROF. DR. GORYS KERAF

1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Resensi buku diartikan sebagai timbangan, tinjauan, telaah, dan penilaian, yang di dalam bahasa Inggris disebut review (dalam Webster College Dictionary diartikan sebagai: a critical evaluation of a book). Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resensi adalah pertimbangan, pembicaraan, atau ulasan sebuah buku.
Pada hakikatnya resensi buku hanya harus memberi penjelasan apa adanya terhadap suatu buku; baik kekurangan maupun kelebihannya. Di sana tidak ada embel-embel yang berbau iklan atau pesan sponsor. Karena itulah resensi buku yang baik hanya mengungkap apa yang dapat ditangkap oleh peresensi secara kritis terhadap keberadaan buku tersebut.
Nah, bagaimana seorang penulis resensi dapat menjelaskan kekurangan dan kelebihan dari sebuah buku? Di sinilah letak perbedaan membaca dengan
membaca! Membaca-nya seorang penikmat tentu berbeda dengan membaca-nya seorang pengamat. Seorang peresensi buku duduk pada posisi sebagai seorang pengamat. Seseorang akan mampu mengamati sebuah buku dengan baik apabila dirinya kaya akan pengetahuan, wawasan, daya kritis, serta memiliki kreativitas dan kebebasan berpikir. Kemudian untuk dapat menyatakan kekurangan dan kelebihan atau memberi penilaian terhadap sebuah buku yang selesai dibacanya, seorang peresensi tentu sebelumnya telah memiliki bekal atau modal kekayaan berupa pengetahuan dan wawasan yang diperolehnya dari banyak membaca dan melakukan pengamatan. Sebab untuk dapat melakukan timbangan (resensi) terhadap sebuah buku tentu saja diperlukan pembanding (buku-buku) serupa atau sejenis dengan yang sedang diresensi. Itulah sebabnya, seorang penulis resensi yang piawai adalah seorang pembaca yang baik.
Ketika berhadapan dengan sebuah buku yang selesai dibaca, daya analisanya langsung mencari perbandingan kepada buku-buku serupa (sejenis) yang pernah dibaca sebelumnya. Di samping buku-buku sejenis sebagai pembanding, seorang peresensi yang baik dituntut memiliki pengetahuan yang luas kepada bacaan dari berbagai jenis disiplin ilmu yang lain. Oleh sebab itu, mutlak, seorang penulis resensi buku yang baik haruslah seorang pembaca yang baik pula.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian resensi?
2. Apa dasar resensi?
3. Apa sasaran-sasaran resensi?
4. Guna resensi dalam penilaian sebuah buku?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian resensi.
2. Untuk menetahui dasar resensi
3. Untuk mengetahui sasaran-sasaran resensi.
4. untuk mengetahui guna resensi dalam penilaian sebuah buku.







2. PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN RESENSI
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Seorang penulis pertimbangan buku bertolak dari tujuan untuk membantu para pembaca dalam menentukan perlu-tidaknya suatu hasil karya seni. Bila pertimbangan yang diberikan itu tetap memperhatika titik-tolak tadi, maka penulis secara terus-menerus akan berusaha menyesuaikan pertimbangannya dengan selera pembaca. Dalam artian yang lebih luas, resensi itu dibuat juga untuk memberikan pertimbangan terhadap karya-karya seni lainya, seperti drama, film, sebuah pementasan, dan sebagainya.
2.2 DASAR RESENSI
Untuk memberi pertimbangan atau penilaian secara obyektif atas sebuah hasil karya atau buku, penulis harus memperhatikan dua faktor, yaitu: pertama, penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya, dan kedua, ia harus menyadari apa maksudnya membuat resensi itu.
Dari kata pengantar atau dari pendahuluan dapat diketahui tujuan pengarang buku. Dengan menilai kaitan antara tujuan sebagaimana ditulis dalam kata pengantar atau pendahuluan serta realisasinya dalam seluruh karangan itu, penulis resensi akan mempunyai bahan yang cukup kuat untuk dapat menyampaikan sesuatu kepada para pembaca.
Penulis resensi harus memperhatikan kewajiban mana yanga harus dipenuhinya, yaitu kewajiban terhadap para pembaca, dan bagaimana penilaianya terhadap buku itu.

2.3 SASARAN-SASARAN RESENSI
Penulis harus menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai untuk membuat suatu resensi yang baik. Pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah buku atau karya adalah:
a. Latar Belakang
Penulis dapat mengemukakan tema dari karangan itu. Apa yang sebenarnya ingi disampaikan pengarang dari bukunya itu. Hal ini dapat dilengkapi dengan deskripsi buku itu. Penulis menyampaikan ikhtisar atau ringkasan buku itu, sehingga pembaca akan memperoleh gambaran mengenai isi buku itu.
Semua hal mengenai latar belakang buku itu yang kiranya perlu diketahui pembaca. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui sedikit mengenai buku itu.
b. Macam atau Jenis Buku
Penulis harus menunjukan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk dalam golongan buku yang mana. Penulis harus mengklasifikasikan mengenai buku itu. Dengan memasukan ke dalam kelas buku tertentu, maka dengan mudah penulis dapat menunjukkan persamaan dan perbedaan dengan buku-buku lain yang termasuk dalam kelompok yang sama itu. Perbandingan mengenai buku itu, akan membuat para pembaca tertarik dan ingin membaca isi buku tersebut.
c. Keunggulan Buku
Faktor kedua yang dipergunakan untuk memberi evaluasi adalah mengemukakan segi-segi yang menarik dari buku tersebut. Buku-buku yang sama jenisnya bisa menunjukan perbedaan yang sangat besar, baik dalam segi penulisan maupun dalam segi penetapan pokok yang khusus. Buku-buku yang non fiktif sangat berbeda satu sama lain, itulah yang menyebabkan perbedaan nilai dan keunggulan yang dimilikinya.
Keunggulan buku dapat dilihat dari kerangka buku itu. Hubungan bagian yang satu dengan yang lain terjalin secara harmonis, jelas, dan memperhatikan perkembangan yang masuk akal atau tidak. Bagian terdahulu menjadi sebab atau dasar bagi bagian yang menyusul.
Bahasa merupakan unsur penting dalam masalah keunggulan buku. Bahasa yang baik dinilai dari struktur kalimatnya, hubungan antar kalimat, serta pilihan kata yang dipergunakan. Semuanya akan menciptakan pula gaya bahasa yang dipakai. Tidak ada dua buku (buku fiktif atau non fiktif) yang sama gaya bahasanya.
Penulis resensi dapat mengemukakan mengenai masalah teknis. Sebuah buku yang baik harus pula ditampilkan dengan wajah yang baik. Baik dalam artian yang menyangkut lay out, kebersihan terutama pencetakannya. Kesalahan dalam pencetakan akan mengganggu para pembaca, untuk itu perlu diberi catatan mengenai kesalahan-kesalahan pencetakan.
Seorang penulis resensi harus berusaha dengan tepat menunjukan keunggulan buku itu dengan memberikan penilaian langsung, dengan member kutipan-kutipan yang tepat dan menunjukan pertalian kompak antara bagian-bagiannya. Menilai sebuah buku berarti member saran kepada pembaca untuk menolak atau menerima kehadiran buku itu.
2.4 NILAI BUKU
Nilai sebuah buku baru akan lebih jelas bila dibandingkan dengan karya-karya lainnya, baik yang ditulis oleh pengarang itu sendiri maupun yang ditulis oleh pengarang-pengarang lainya. Ada banyak vareasi dasar bagi resensi dengan menggunakan sasaran penilaian, yakni organisasi, isi, bahasa, dan teknik. Seorang penulis resensi, pengarang harus tetap mengingat tujuan, mengemukakan pendapat-pendapatnya dengan jelas, secara khusus dan selektif.


3. CONTOH
Kiai Komplet Bernama Gus Mus
Judul : Gus Mus, Satu Rumah Seribu Pintu
Penulis : Abdul Munir Mulkan dkk (31 penulis)
Penerbit : Kerja sama Fak Adab UIN Sunan Kalijaga dan LKiS Yogya
Editor : Labibah Zain dan Lathiful Khuluq
Cetakan : I, Mei 2009
Tebal : xxiv + 295 halaman

SAAT terjadi kekerasan yang dialamatkan pada jamaah Ahmadiyah tempo dulu, KH Mustofa Bisri menjadi tokoh utama yang menentang. Menurut Gus Mus-sapaan akrabnya- jamaah Ahmadiyah diibaratkan orang yang hendak ke Surabaya tapi lewat Jakarta dulu. ‘Orang bingung’ semacam ini menurut Gus Mus harus dinasihati dan diberi pengertian, bukan malah dihadiahi pentungan.
Itulah gambaran seorang Gus Mus. Betapa nilai humanisme Kiai Rembang ini telah menyungsum hingga tulang. Bahkan lebih dari itu, telah menjadi ruh kehiupan. Dan buku yang diterbitkan sebagai hadiah bagi Gus Mus dalam rangka penganugrahan gelar Doktor Honoris Causa (DR HC) dari Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga beberapa waktu lalu.
Boleh dibilang buku ini merupakan buku ‘keroyokan’. Tercatat 31 penulis menyumbangkan tulisan lengkap dengan kesan yang mereka yangkap dari sosok pengasuh PP Raudlatut Thalibin. Misal saja Amin Abdullah menuliskan bahwa dalam menyikapi masalah social keagamaan, Gus Mus dapat berpikir literal, out off the box, di luar kelaziman (hal 199). Lain lagi dengan Bakdi Sumanto yang menyebkut dengan tegas Gus Mus adalah nurani bangsa yang hilang (171). Bahkan Abdul Munir Mulkhan sempat dibuat malu sendiri oleh sikap kebersahajaan yang pernah ditunjukan Gus Mus (hal 168).
Singkat kata, buku ini bercerita dan menyoroti Gus Mus dari banyak aspek kehidupan. Seperti dalam bingkai kajian sastra, puisi, prosa, keluarga, pemikiran kaum muda, kajian social budaya dan dalam bingkai persahabatan. Sehingga membaca buku ini terasa bagi kita menyelami kehidupan seorang tokoh yang ditakdirkan sebagai sosok kiai yang juga penyair, seniman, budayawan, esais, pelukis dan banyak lagi sebutan lainnya. Ibarat sebuah rumah, Gus Mus memiliki seribu pintu yang dapat dimasuki setiap tamu.
Uniknya, budayaan kondang sekaliber Emha Ainun Nadjib pun merasa ‘cemburu berat’ pada Gus Mus. Konon di usia sepuh, tulis Cak Nun, Gus Mus makin ganteng, wajah dan kulitnya berubah tampak lebih putih. Di saat orang dari Sabang sampai Merauke diam-diam merasa frustasi, Gus Mus malah tampil sumringah dengan seluruh wajah terlihat tersenyum. Maka tak heran, ‘makhluk’ bernama Doktor Honoris Causa kesengsem dan melamar untuk menjadi sandangannya (hal 251). -g
(Brahma Aji Putra, mhs Fak Dakwah UIN Sunan Kalijaga)

4. KESIMPULAN
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Untuk memberi pertimbangan atau penilaian secara obyektif atas sebuah hasil karya atau buku, penulis harus memperhatikan dua faktor, yaitu: pertama, penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya, dan kedua, ia harus menyadari apa maksudnya membuat resensi itu.
Pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah buku atau karya adalah:
a. Latar Belakang
Penulis dapat mengemukakan tema dari karangan itu. Apa yang sebenarnya ingin disampaikan pengarang dari bukunya itu. Hal ini dapat dilengkapi dengan deskripsi buku itu.
b. Macam atau Jenis Buku
Penulis harus menunjukan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk dalam golongan buku yang mana.
c. Keunggulan Buku
Faktor kedua yang dipergunakan untuk memberi evaluasi adalah mengemukakan segi-segi yang menarik dari buku tersebut. Buku-buku yang sama jenisnya bisa menunjukan perbedaan yang sangat besar, baik dalam segi penulisan maupun dalam segi penetapan pokok yang khusus.
Nilai sebuah buku baru akan lebih jelas bila dibandingkan dengan karya-karya lainnya, baik yang ditulis oleh pengarang itu sendiri maupun yang ditulis oleh pengarang-pengarang lainya.

Jumat, 11 September 2009

TRADISI DI KULON PROGO, SAMIGALUH

Kutica

1. Bersih Desa Sidoharjo

Dusun Gebang terletak di wilayah Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Di wilayah ini terdapat satu upacara adat yang dikenal sebagai upacara Bersih Desa Sidoharjo, namun ada juga yang menyebutnya dengan Bersih Dusun Gebang. Upacara adat ini dilakukan satu kali dalam satu tahun oleh warga dusun Gebang di desa Sidoharjo pada bulan Sapar setelah panen pertama; di Sidoharjo, panenan terselenggara dua kali. Sedangkan hari dan tanggal pelaksanaan upacara adat tersebut tidak tetap.

Upacara bersih desa atau dusun tersebut mempunyai beberapa tujuan penting. Warga Sidoharjo ingin bersyukur kepada Tuhan melalui perantaraan para dhayang leluhur desa yang telah memberikan hasil tani yang berlimpah. Selain itu, upacara adat ditujukan untuk keselamatan para warga dengan menolak kekuatan kekuatan gaib, roh atau arwah, dan makhluk halus yang gentayangan yang mengganggu desa melalui perantaraan dhayang Eyang Kertayudha. Harapannya adalah agar warga tidak diganggu.

Tujuan lain adalah untuk membersihkan halangan atau kesusahan yang ada, agar kehidupan seluruh warga tenang dan tenteram. Dalam upacara itu juga terungkap usaha pelestarian pesan para leluhur, Eyang Kertayudha, untuk selalu menjaga seluruh wilayah desa dari gangguan ketentraman, baik yang kelihatan maupun tidak kelihatan. Proses upacara adat Bersih Desa Sidoharjo sendiri dibagi dalam dua tahap, yaitu upacara Mboyong Mbok Sri dan upacara di Sendang Widodaren.

2. Upacara Mboyong Mbok Sri

Upacara Mboyong Mbok Sri ini adalah adat warga yang sebagian besar adalah petani, untuk memuliakan Mbok Sri (Dewi Padi). Setelah panenan pertama, slametan methik biasanya diikuti oleh anak-anak kecil yang membawa ubo rampe seperti janur kuning, kembang setaman, kemenyan, kaca, suri, air kendhi, jajan pasar, bungkusan nasi dan pisang, kemudian dibawa ke areal persawahan.

Setelah pembacaan mantra, pemimpin upacara memotong padi untuk dibuat menjadi boneka penganten disebut Parijata atau Pari Penganten, kemudian anak-anak membawa tangkai padi ke empat pojok sawah tempat padi yang akan dipanen. Sesudah itu nasi dibagi-bagikan kepada yang mengikuti upacara dengan cara diperebutkan sedangkan padi yang dibentuk boneka penganten dibawa pulang dengan digendong dan dipayungi untuk disimpan di dalam lumbung padi.

Masyarakat Jawa menganggap bahwa lumbung padi ini disediakan secara khusus bagi Mbok Sri untuk beristirahat, oleh karena itu, ruangan ini disucikan dan tidak boleh digunakan untuk tidur oleh orang biasa. Di lumbung tersebut, tersimpan juga godhong kluwih, dhadhap serep, godhong mojo, godhong tebu, godhong jatigodhong luh untuk alas dan tutup agar padinya tidak cepat rapuh. Godhong jati mempunyai maksud agar berhati-hati menggunakan padi yang disimpan di lumbung, godhong kluwih digunakan sebagai pengawet padi supaya tahan lama. dan

Rangkaian sesaji upacara Mboyong Mbok Sri adalah sebagai berikut:
- Sambel Gepleng (dele), untuk menyatukan rasa seperti rasa jauh dekat, rasa pedas asin itu semua satu rasa. Sambel gepleng ini dibuat dari bahan dele, cabe, gereh dengan bermacam-macam rasa dijadikan satu sehingga enak rasanya, mengibaratkan menyatunya warga Sidoharjo,
- Dhem-dheman yang terdiri dari godhong dhadhap serep, godhong alang-alang, godhong turi, godhong koro, gandhos katul, dimaksudkan agar tentram karena persediaan hasil panan,
- Srabi/Apem mempunyai maksud agar tentram,
- Gudhangan, lauk pauk campuran sayur-sayuran hasil bumi dengan kelapa dimaksudkan agar kita selalu ingat akan hidup kita yang ditopang oleh tumbuhan hasil bumi, dan
- Tukon Pasar sebagai kelengkapan sasaji yang harus disertakan untuk Mboyong Mbok Sri.

3. Upacara di Sendang Widodaren

Upacara adat ini diselenggarakan di Sendang Widodaren sebagai ungkapan syukur Tuhan atas hasil pertanian yang memuaskan. Para warga membawa padi dan berkumpul di Sendang Widodaren untuk didoakan. Setelah selesai didoakan, padi tersebut bagikan kepada warga yang datang untuk dijadikan benih.

Acara ini bertujuan untuk berdoa supaya hasil panen musim ini bisa melimpah. Tidak ada musibah atau kerugian. Diharapkan Tuhan memberikan rizki-Nya kepada masyarakat. Masyarakat menganggap dengan seperti ini hasil panen mereka akan melimpah.


Kamis, 10 September 2009

Sajak Latief Setia Nugraha

Sajak Latief Setia Nugraha

Hari Mendung

Langit pecah dalam bingkai
Di lantai tandus
Mentari menyepi mundur dari hari
Kilauan para mata berkedip-kedip merayu
Payungi dengan gelap mendung

Yogyakarta, 2 Mei 2009










Sajak Latief Setia Nugraha

Ada Yang Tiada

Rumpun kamboja bertabur di malam
Sebagaimana bintang yang tak bersinar
Sekali sapuan semua usai
Gusar mengerlingkan mata
Kutagih sisa rasa yang berakhir
Akhirnya menikmati kesepian

Yogyakarta, 13 Mei 2009









Sajak Latief Setia Nugraha

Pulang

Kuburan riuh dengan tangisan bocah

Yogyakarta, 13 Mei 2009














Sajak Latief Setia Nugraha

Pelangi

Di pagi hari embun memesona dengan cahaya
Ciptakan senyum pelangi
Rumput-rumput berbisik dengan matahari
Waktu dahan-dahan bersiap rontok
Untuk sembunyi dari singkapan cahaya
Apakah cahaya sudah mulai berkemas?
Aku malu, embun tak lagi di pelukan
Di malam tiada gemintang
Bersama langit yang senentiasa gelisah
Pelangi kembali

Yogyakarta, 13 Mei 2009





Sajak Latief Setia Nugraha

Berteduh Di Bawah Hujan

Berteduh di bawah hujan
Pandangi gelap malam yang terus menetes
bersama deras
Mengalir di hadapanku mengarus di selokan
Cahaya petir yang sesekali, berteriak-teriak
Bercumbu dengan air selokan

Yogyakarta, 21 Mei 2009









Sajak Latief Setia Nugraha

Karunia 2

Langit menimang bulan
Kau juga awan
Selimuti segala cahayanya
Jadikan makrifat keheningan

Embun menangis titihkan embun
Meleleh di kuncup-kuncup bunga
Tangis yang pecah sejadi-jadinya
Dimana-mana

Yogyakarta, 21 Mei 2009






Sajak Latief Setia Nugraha

Dalam Duka

Langit berbintang
Tapi turun hujan
Bulan Purnama
Namun terkubur mendung
Bilamana malam cerai dengan gelap
Akankah bulan dan bintang berduka?
Yogyakarta, 24 Mei 2008

INTERPRETASI HERMENEUTIK DALAM KUMPULAN SAJAK KUJILAT MANIS EMPEDU KARYA D.ZAWAWI IMRON

1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Sastra merupakan hasil karya manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai pengantar dan mempunyai nilai estetik yang dominan. Puisi merupakan sebuah ekspresi yang mampu membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. 1(Pradopo, Pengkajian Puisi (Yogyakarta, Gadjah Mada Universitas Preess, 2007:7). Dengan begitu dapat dikatakan puisi merupakan jenis sastra yang didalamnya mengandung simbol tanda yang bermakna dengan bahasa sebagai medium.

Puisi merupakan simbol tanda, dan untuk memahami simbol tanda itu diperlukan pemaknaan dari pembaca. Untuk memahami puisi harus mampu memahami bahasa yang didalam puisi sebagai system tanda yang mempunyai arti. Di dalam puisi sebagai system tanda yang mempunyai arti. Di dalam puisi terdiri dari simbol-unsur yang tersusun, dan setiap susunan tersebut mempunyai makna yang saling berkaitan, maka di dalam pemaknaan puisi tidak boleh memaknai dengan semaunya sendiri melainkan harus dengan kerangka simbol yaitu ilmu tentang tanda-tanda.

Di dalam puisi harus di perhatikan tentang cara pemaknaanya, karena puisi merupakan simbol tanda. Maka dengan pendekatan semiotik puisi akan mampu diartikan. Semiotik mempelajari system-sistem, tanda-tanda, konfensi-konfensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Penelitian merupakan salah satu langkah penting untuk memantapkan penelitian dalam kegiatan keilmuan dibidangnya masing-masing. Agar penelitian dapat lebih efektif dan efisien, dalam penelitian perlu melengkapi dengan metodologi penelitian, dan teknik penelitian yang sesuai dengan bidang serapan maupun objek material penelitiannya. Tanpa bekal tersebut, hasil penelitian akan kurang diakui atau tidak mendapat legitimasi ilmiah dan secara teknis pelaksanaan penelitian itu sendiri menjadi sulit dilakukan. Dalam penelitian ilmu sosial terdapat bermacam-macam dasar pendekatan, pengembangan metode, penentuan strategi, dan teknik penelitian. Penelitian bidang sastra misalnya, terdapat berbagai variasi metode penelitian yang masing-masing memiliki wilayah penekanan yang berbeda-beda.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan bagaimana metafora dalam kumpulan sajak Kujilat Manis Empedu bagaimana memaknai simbol “matahari” dalam puisi “Semuanya Yang Tumbuh” karya D,Zawawi Imron, penelitian ini menggunakan teori secara hermeneutika Paul Ricoeur. Hermeneutika digunakan sebagai teori untuk mengungkap konsep “matahari” yang terepresentasikan dalam kumpulan puisi Kujilat Manis Empedu.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Pembacaan hermeneutik dalam kumpulan sajak Kujilat Manis Empedu ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami makna yang terkandung didalamnya. Dari penelitian ini diharapakan pembaca dapat lebih mudah untuk memahami dan menafsirkan sajak-sajak karya D.Zawawi Imron, secara metafora dan simbol.

2. LANDASAN TEORI

2.1 TEORI HERMENEUTIKA

Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks. Hermeneutika mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda dan saling berinteraksi yaitu; 1) peristiwa pemahaman terhadap teks, 2)persoalan yang lebih mengarah mengenai pemahaman interprestasi itu. 2 (Richard E. Palmer,Hermeneutika, (Yogyakarta, pustaka pelajar, 2005) hal. 8) Hal ini memperlihatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika adalah pemahaman (understanding) pada teks.

Menurut Ricour, pemaknaan adalah suatu dialektika antara penjelasan dan pemahaman. penjelasan merupakan analisis struktur yang dilakukan terhadap karya dengan melihat hubungannya pada dunia yang ada di dalam teks. Model ini mejelaskan sisi objektif sebagai ranah ilmu alam. Dari sini dapat dilihat bahwa hasil pemaknaan hermeutika adalah pemahaman diri (refleksi), yaitu membiarkan teks (objektif) dan dunianya memperluas cakrawala pemahaman “aku-lirik” pembaca (subjektif) tentang diri “aku-lirik” sendiri (Ricoeur, 1981: 177 via Kurniawan, 2009:112-113).

2.2 SIMBOL

Kata simbol berasal dari bahasa Yunani “Sumballo” berarti” menghubungkan atau menggabungkan”. simbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak seiap tanda adalah simbol. Ricoeur mendefinisikan simbol sebagai struktur penandaan yang di dalamnya ada sebuah makna langsung, pokok atau literature menunjuk kepada makna tambahan, makna lain yang tidak langsung, sekunder dan figurative yang dapat dipahami hanya melalui yng pertama. pembebasan ekspresi dengan sebuah makna ganda ini mengatakan dengan tepat wilayah hermeneutika.3 (Lihat dalam, Heru Kurniawan, Mistisisme Cahaya (Yogyakarta: Gravindo Litera Media, Maret 2009) hal 27 )

Simbol adalah tanda yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbitrar (semau-maunya). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol (Pradopo, 2007: 120).

Simbolisasi adalah figurasi analogis, dan dapat disamakan dengan metafora, yaitu mengganti sebuah ujaran dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda terdekat seperti dalam metonimi, tetapi dengan penenda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang pertama. Tentu saja di sini antara bahasa mimpi dengan bahasa sastra menemukam perbedaan, dalam bahasa mimpi berupa mekanisme tak sadar, sedangkan dalam bahasa sastra berupa tindakan sadar. “Setiap kata adalah Simbol”, demikian ditegaskan Paul Ricoeur (via Sumaryono, 1999: 106; Wachid B.S., 2008: 26).

Kata-kata yang memiliki berbagai bentuk makna, yang sifatnya tidak langsung dan kias, demikian dapat dipahami dengan symbol-simbol tersebut. Simbol dan interpretasi konsep yang mempunyai pluraritas makna yang terkandung di dalam symbol atau kata-kata di dalam bahasa. Setiap interpretasi adalah upaya untuk membongkar makna yang terselubung. Oleh sebab itu, “Hermeneutika bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah symbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di dalam symbol-simbol tersebut” (Wachid B.S., 2008: 26-27).

2.3 METAFORA

Metafora, kata Manroe, adalah puisi dalam miniature. metafora menghabungkan makna harfiah dengan makna figurative dalam karya sastra. dalam hal ini karya sastra merupakan karya wacana yang menyatukan makna eksplesit dan implisit (Ricoeur, 1976:43 via Kurniawan, 2009: 23).

Dalam retorika tradisional, metafora digolongkan sebagai majas yang mengelompokkan variasi-variasi dalam makna ke dalam pengalaman kata-kata, atau lebih tepatnya proses denominasi (Kurniawan, 2009: 23).

Aristoteles menjelaskan bahwa metafora adalah penerapan kepada suatu benda nama yang termasuk sesuatu yang lain, interferensi yang terjadi dari jenis ke spesies, dari spesies jenis, dari spesies atau secara proporsional. Tujuan majas adalah mengisi tempat kosong semantik dalam kode leksikal atau menghiasi wacana dan membuatnya lebih menyenangkan. Oleh karena itu metafora memiliki ide lebih banyak dari kata untuk mengungkapkan kata itu, metafora akan meregangkan makna kata-kata yang dimiliki melampaui pemakaian biasanya (Ricoeur, 1976:45 via kurniawan, 2009:23).

3. METODE PENELITIAN

Dalam pemaparan penilitian mengarah pada penjelasan deskriptif sebagai ciri khas penelitian kualitatif. Moleong (2007) menegaskan, penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. 4 (Lihat dalam, Heru Kurniawan, Mistisisme Cahaya (Yogyakarta: Gravindo Litera Media, Maret 2009) hal 31 )

Metode teoritis yang digunakan dalam penelitian adalah teori metafora dan simbol dalam hermeneuika Paul Ricoeur.

Tahap penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Melakukan pembacaan cermat terhadap objek penelitian yang telah ditetapkan.

2. Melakukan pemilihan sampel sebagai data yang akan digunakan untuk penelitian, yaitu puisi imajis yang mengandung metafora dan Simbol “matahari” sebagai tematik penelitian.

3. Melakukan pengumpulan data-data tambahan yang mendukung penelitian ini. oleh karena penelitian kualitatif, maka data utamanya adalah kata-kata atau bahasa (kurniawan, 2009 :31 ), data pendukungnya yaitu buku-buku pustaka yang mendukung penelitian ini.

4. Melakukan analisis secara cermat terhadap metafora dan simbol “matahari” yang terdapat dalam sajak-sajak yang dijadikan sampel penelitian dengan menggunakan paradigmatori hermeneutika (Ricoeur, via, Kurniawan, 2009:31). langkah kerja analisisnya mencakup : Pertama, langkah objektif (penjelasan), yaitu menganalisis dan mendiskripsikan aspek simbol pada metafora dan simbol berdasarkan pada tataran lingistiknya. Kedua, langkah-langkah refleksi (pemahaman) yaitu menghubungkan dunia objektif teks dengan dunia yang diacu (reference), yang pada aspek simbolnya bersifat non linguistic, langkah ini mendekati tingkat antologis. Ketiga, langkah filosofis, yaitu berpikir denga mengunakan metafora dan simbol sebagai titik tolaknya. Langkah ini disebut juga dengan langkah eksistensial atau antologi, keberadaan makna itu sendiri.

5. Merumuskan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sajak ”Semua yang Tumbuh” Karya ”D.Zawawi Imron” 5 ( D.Zawawi imron,semua yang tumbuh, ygyakarta:Gama Media 2003)hal 155

Semua yang Tumbuh

Jangan cepat-cepat menyesal

Segala yang tumbuh tak selalu ditanam

Angin dan hujan hanya bagian dari cobaan

Siapa bilang roh tak ingin berlayar

Untuk seutas esok

Tak hanya percik-percik matahari

Juga perlu segantang kenangan

Semua yang tumbuh

enaknya memang disiram

2000

4.1 METAFORA DALAM SAJAK ”Semua yang Tumbuh

Judul Semua yang Tumbuh Karya D.Zawawi imron, menyiratkan sesuatu arti tentang keadaan ”aku-lirik” yang berhubungan dengan kehidupan.”Semua yang Tumbuh” dimaksudkan sebagai semua hal yang kita hadapi dalam kehidupan akan selalu ”Tumbuh” hidup. Yang terjadi adalah ”aku-lirik” ingin menjalani kehidupan ini tidak hanya melihat masa depannya saja tetapi juga mengenang masa lalu. Dalam hal ini lebih dimaknai sebagai pencarian hakikat “kehidupan”. Dalam pencarian arti ini akan terjadi dialektika antara dunia empiris dengan idealis (Wachid B.S., 2005: 134).

(1) Jangan cepat-cepat menyesal

...

Baris pertama di atas menunjukan satu proposisi, yang menyatakan suatu ”himbauan” atau larangan dengan kata predikasi ”jangan”. Isi perintahnya terdiri atas: ”jangan cepat-cepat menyesal” mudah putus asa dan menyesal dalam menghadapi hidup.”Cepat-cepat menyesal” sebagai atribusi keterangan; yang mencitrakan suatu himbauan kepada kita untuk tetap tegar dalam menjalani hidup, walaupun berat tapi inilah jalan kita, inilah garis kita sebagai hakikat manusia. Kita harus banyak-banyak tawakal kepada Allah, dengan beribadah kepada-Nya sebagai kewajiban kita seperti dalam hadist Nabi Muhammad SAW: ” Jagalah Allah, niscaya engkau akan bersama-Nya. Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Ia akan mengenalimu di waktu susah. Ketahuilah bahwa segala perbuatan salahmu belum tentu mencelakaimu dan musibah yang menimpamu belum tentu akibat kesalahanmu keatahuilah bahwa kemenangan beserta kesabaran, kebahagian beserta kedukaan, dan setiap kesulitan pasti ada kemudahan”. 6 (HR.Bukhari Muslim) Thaohaa’ aasyur, 301 Hadits pilihan (Jakarta: Pustaka AMANE,1979), Hal 119)

(1) ...

Segala yang tumbuh tak selalu ditanam

...

Pada baris kedua, bait pertama ini menunjukan metafora-kata (word-metaphor) kerena ketegangan yang di hadirkan, sebagai hakikat semuanya yang tumbuh sebagai sifat yang haruslah ditanam terlebih dulu, tapi di sini tidak dikatakan demikian. Di sinilah muncul ketegangan itu. “Segala yang tumbuh tak selalu ditanam”, maksudnya adalah amal perbuatan manusia tidak harus selalu dibuktikan dengan perbuatan. ”Segala yang tumbuh” tentulah hadir karena mengikuti karakteristik kehidupan, yaitu kehidupan yang memang harus selalu berkembang ”tumbuh” yang dilanjutkan dengan ”tak selalu ditanam”, terjadi pertentangan dalam baris ini. Pada hakikatnya semua yang tumbuh haruslah ditanam tarlebih dahulu. Hal ini perlu pemahaman dikotomik dalam memandang kehidupan tentang kebermaknaan hidup yang selau ”tumbuh”.

Dengan demikian, hubungan baris pertama dan kedua ”jangan cepat-cepat menyesal// Segala yang tumbuh tak selalu ditanam” menyatakan suatu yang bersifat menenangkan, bahwa manusia jangan begitu saja menyesal dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam hidupnya kerena mungkin ada amal-amal baiknya yang tak terasa telah tumbuh dan hal itulah yang menjadi penyeimbang yang mengarah kepada ”keselamatan hidup”. Hal inilah yang disadari ”aku-lirik” bahwa hakikat tumbuh adalah berkembang menjadi lebih tinggi, seperti kehidupan yang yang berjalan maju.

Hal yang sama juga terdapat pada sajak ”Tersenyumlah”. 7 (D.Zawawi Imron, kujilat manis empedu(Yogyakarta:Gama Media,Februari 2003), Hal 225)

...

agar ranting-ranting bertunas

dan melebatkan daun-daun dalam lagu

memang hanya ranting

tapi di situlah burung kecil bersarang

mengerami telur-telurnya

dan menyayikan wajahmu yang ceria

Dalam penggalan sajak di atas, keterkaitan pemaknaan dengan baris kedua, bait pertama sajak ”Semua yang Tumbuh”. Pada bait diatas, menunjukkan proposisi yang menyatakan ”Harapan” kepada Allah untuk ”menjalani kehidupan itu harus diimbangi dengan ibadah”.

”Agar ranting-ranting bertunas”, maksudnya agar harapan yang kita inginkan dapat terwujud kita harus berusaha dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.”Dan melebatkan daun-daun dalam lagu” dan memperbanyak ibadah dan nilai keimanan kepada Allah. Pada hakekatnya lagu berirama jadi lagu dapat diisyaratkan seperti kehidupan.

”//Memang hanya ranting/ tapi di situlah burung kecil bersarang/mengerami telur-telurnya/...” di sini ”Ranting” diartikan sebagai tempat bertumpu dalam artian manusia dalam mewujudkan harapan harus memiliki motivasi dalam menjalani hidupnya. Dengan motivasi, keinginan ”aku-lirik” dalam proses menetasya telur-telur yang telah dierami sebagai wujud tercapainya tujuan hdipnya. ”Aku-lirik” akan lebih semangat dalam menjalani hidup, dan disitulah harapan dan cita-cita yang diinginkan akan terwujud. ”Menyanyikan wajahmu ceria”, yang maksudnya menjalani kehidupan tetap dengan hati yang ikhlas. Tidak perlu ditonjol-tonjolkan apa yang telah dilakukan yang penting adalah hidup kita berguna dan bisa bermanfaat bagi orang lain.

(1) ...

Angin dan hujan hanya bagian dari cobaan

Siapa bilang roh tak ingin berlayar

Baris ketiga di atas merupakan lanjutan dari keterangan ”menyesal” pada baris pertama sebagai subjek pokoknya atau identifikasi-singular. ”Angin dan hujan hanya bagian dari cobaan” sebagai atribusi-keterangan. ”Angin” dengan ”hujan” dimaknakan bahwa dalam hidup pasti akan ada cobaan yang menerpa.

Dalam kasus ini, pandangan yang muncul atas ”angin dan hujan hanya bagian dari cobaan” adalah sebagai suatu bagian yang ringan dari suatu yang lebih besar (berat). ”Angin” yang bila sepoi menyejikan dan ”hujan” bila rintik menyirami bisa saja menjadi besar dan menjadi sebuah bencana. Oleh karena itu proposisi di atas menunjukkan hadirkan metafora-pernyataan (statement-metaphor) yang dibentuk dari metafora-kata, maka pemaknaanya di hadirkan dalam konstruksi kalimat atau proposisi. Hal ini dipahami oleh Ricoeur (1976: 47 via Kurniawan 2009: 178) bahwa metafora harus dihubungkan dengan semantik kalimat sebelum ia berhubungan dengan semantik kata. Metafora hanya berarti dalam tuturan (kalimat), metafora merupakan fenomena prediksi, bukan denominasi. Dengan demikian analisis metafora pada baris di atas didasarkan pada konteks kalimatnya.

”Siapa bilang roh tak ingin berlayar”. Proposisi di atas terdiri dari metafora-pernyataan(statement-metaphor) karena menyatakan ”kau” dalam hal ini juga bisa menjalani kehidupan ini dengan baik. ”Roh” yang hakikatnya dzat yang tak terlihat tetapi ada, hal ini bisa diartikan sebagai teguran terhadap manusia. ”Roh” yang ghoib saja ”ingin berlayar”, dalam artian menjalani kehidupan harusnya kita manusia juga harus memiliki keinginan yang sama bahkan lebih dengan sebaik-baiknya.

Hal serupa juga terdapat pada sajak ”Sajak Sungai”. 8 Endnote(D.Zawawi imron, kujilat manis empedu.yogyakarta:Gama media februari 2003)hal 16)

Sungai berliku-liku

berliku sungai dalam diriku

Perahu-perahu berpacu

mencari hakikat angin yang tiarap

...

Dalam penggalan sajak diatas, keterkaitannya pemaknaan dalam baris ketiga bait pertama ”Semua yang Tumbuh”. Pada bait diatas menyatakan suatu pernyataan ”sungai berliku-liku” yang mengisyaratkan sungai sebagai jalan kehidupan dan dalam kehidupan itu sendiri akan ada cobaan.

”Perahu-perahu berpacu”, maksudnya dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan cobaan kita harus tetap ikhlas demi ridho Allah dan tetap berlomba-lomba dalam kebaikan. Kemuliaan seseorang disisi Allah bukan karena amalnya yang banyak tapi karena cobaan yang di berikan Allah yang tidak kita sukai (kemudian kita ridho).

Dalam baris ketiga bait pertama makna antara sajak ”Semua Tumbuh” dapat diartikan ”angin dan hujan hanya bagian dari cobaan” di sini ”angin dan hujan” direpresentaikan sebagai ”ujian hidup” dalam menjalani hidup di dunia manusia tidak akan terlepas dari cobaan karena cobaan dari kehidupan itu sendiri.

(2) Untuk seutas esok

Tak hanya percik-percik matahari

Juga perlu segentang kenangan

Tiga baris pada bait kedua di atas, mengasosiasikan sesuatu yang panjang, kata ”seutas esok” dimaknakan sebagai masa depan yang masih panjang. ”Seutas” yanng hakikatnya adalah tali, tali yang panjang. Objektifikasi ”tak hanya percik-percik matahari”, atribusi-keterangan sebagai metafora-pernyataan (statement-metaphor) dimaksudkan ”matahari” sebagai ”harapan” karena pada hakekatnya matahari adalah sinar yang sangat terang dalam kehidupan sebagaimana dengan harapan sebagai sinar terang tentang gambaran masa depan manusia, sebab dalam menjalani kehidupan manusia juga perlu harapan. Dengan harapan manusia akan memiliki motifasi agar hidupnya lebih baik, agar menjadi manusia yang diinginkan Allah, yang diridloi oleh Allah.

”Juga perlu segentang kenangan” kenangan di sini dimaknakan sebagai masalalu karena dalam menjalani kehidupan juga membutuhkan masa lalu, sebab masa lalu akan membuat kita belajar tentang hidup untuk masa depan. Kenangan pula lah yang akan mengingatkan manusia pada hal-hal yang telah diperbuatnya sehingga bisa menjadi pelajaran dalam menghadapi masa depan. Hal ini berkaitan dengan ”harapan” sebagai hal yang belum terjadi. Kenangan sebagai sesuatu yang telah terlewati tentunya menyisakan beribu pelajaran yang akan dipakai sebagai pembelajaran untuk ”seutas esok”.

(3) Semua yang tumbuh

enaknya memang disiram.

Baris pertama, pada bait ketiga diatas, menunjukan atribut-penjelasan atas ”semua yang tumbuh” yang melukiskan kehidupan semua ciptaan Allah yaitu yang tumbuh dan kita sebagai manusia termasuk di dalamnya sebagai makhluk yang tumbuh dalam artian tumbuh kedewasaannya dan keimanannya. Sebagai proposisi, identifikasi singular, Baris pertama yang dijelaskan oleh baris kedua ”Semua yang Tumbuh” yang dimaksudkan” Semua mahluk yang hidup” yang ”enaknya memang disiram”. Disiram disini berarti Ibadah yaitu dalam menjalani hidup akan lebih sempurna apabila kita juga beribadah kepada Allah dan menambahkan nilai ketakwaannya dalam proses pangartian hidup yang sesungguhnya.Karena bagi orang yang beriman dan beramal shaleh pahala tidak putus bagi mereka. Sebaliknya, apabila kita lupa dan ingkar kepada Allah, Allah akan memberikan azab yang pedih bagi kita.

Seperti yang tersurat pada Al- Qur’an surah Al-Insyqaq ayat 19 : ”Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)”. Kemudian dalam surah Al-Insyqaq ayat 25: ” Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka yang tiada putus-putusnya”. 9 Al- Qur’an surah Al-Insyqaq ayat 19 dan 25)

4.2 SIMBOL MATAHARI DALAM SAJAK “SEMUA YANG TUMBUH”

Simbol “matahari” pada sajak semua yang tumbuh muncul pada bait kedua, Dalam sajak “semua yang tumbuh” mempresentasikan “matahari” sebagai “harapan” dalam hidup, dalam rangka menjalani kehidupan dan pembelajaran kehidupan berawal dari mimpi.

(1) Untuk seutas esok

Tak hanya percik-percik matahari

Juga perlu segentang kenangan

...

Pada arti teks (sense) sajak Semua yang tumbuh mengungkapkan peristiwa tentang perjalanan seseorang dalam kehidupan. Seperti yang kita ketahui pada bait pertama di atas menyatakan kesadaran bahwa aku-lirik ingin “menjalani kehidupan dengan baik” kepada Tuhan. Di sinilah ”matahari” sebagai simbol telah menerangkan makna dari wacana secara keseluruhan yang menerangkan sebagai ”harapan”. Dijelaskan di sini suatu pernyataan “aku-lirik” tentang pemaknaan tentang menjalani hidup yang mulai ditunjukan sebagai tujuan dari sajak “semua yang tumbuh” ini.

Tujuan “aku-lirik” untuk mencoba kembali kepada Tuhan untuk beribadah disebabkan oleh kesadarannya bahwa di dalam kehidupan terdapat banyak sekali keindahan, dan dalam menjalani kehidupan juga jangan melupakan masalalu karena masa lalu juga bagian dari mimpi kita muncul kesadaran “aku-lirik” bahwa selama kehidupan yang dilaluinya, telah muncul pula kesadaran bahwa hakikatnya ”aku-lirik” adalah milik Allah, dan dalam menjalani hidup perlu ”disiram” maksudnya juga perlu beribadah untuk bersyukur kepada Allah SWT atas hidup.

Di sini, ”matahari” menyimbolkan sebagai sebuah ”harapan”, mimpi yang akan menerangi kita, dalam masa depan kita. Hal ini akan membuat kita belajar untuk masa depan, karena dengan harapan kita akan berimajinasi sebagai motifasi dan kita akan berfikir lebih maju dengan harapan-harapan dari untuk masa depan itu. Pemaknaan ”matahari” sebagai ”harapan” terjadi karena melihat kedudukannya yang mempunyai gambaran sebagai ”percik-percik” yang memberi sinar cerah akan masa depan kita manusia dalam hidup. Dalam hakekatnya, ”semua yang tumbuh” (kehidupan) yang dimaksudkan disini berharap untuk hidup yang lebih baik dan mendapat ridlo Allah. Namun demikian kita dihimbau untuk tidak hanya melihat masa depan tetapi juga melihat masa lalu, di mana pada masa lalu itulah banyak pelajaran yang dapat kita peroleh untuk perwujudan masa depan yang lebih baik tersebut.

Dalam kehidupan manusia matahari sebagai penerang. Dalam hal ini matahari yang dipresentasikan sebagai harapan yang menjadikan jalan terbaik bagi kita dalam kehidupan dunia dan akherat. Maka tafsir atas matahari dalam simbol teks di atas disini berarti sama dengan arti bahwa matahari sebagai tempat atau sebagai harapan dalam kehidupan, artinya mimpi sebagai tujuan manusia untuk mendapat pembelajaran dan gambaran hidup yang akan dijalani.

4.2 KONSEP MATAHARI DALAM PANDANGAN ISLAM

Konsep matahari lahir pada bait kedua, dalam pemikiran Islam, matahari dimaknai sebagai tujuan dari kembali (sadar) kepada jalan Allah. dalam pandangan islam matahari adalah suatu benda langit ciptaan(makhluk)Allah, dan matahari sendiri merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yanga sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi, dan tanpa panas sinar matahari akan membeku dan gelap gulta, sehingga semua mak hluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.

Konsep matahari pada bait kedua diartikan sebagai harapan dan tujuan bagi setiap manusia dan mengartikan matahari sebagai pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama islam ysebagai mana yang termuat dalam Al-Qur’an surat Al –Anfal 24 : ”Wahai orang-orang yang beriman ! penuhilah seruan Allah dan seruan Rosul apabila Rosul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupaan kepada kalian”. 10 (Al-Qur’an surat Al –Anfal 24)

Dalam kehidupan manusia, ”matahari” hakikatnya sebagai sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup, karena tanpa adanya matahari manusia tidak bisa menjalani kehidupan. Allah menciptakan matahari sebagai pusat tata surya kita, sebagai penerang di siang hari. Penerang dalam kehidupan kita yang akan menjadikan hari-hari kita cerah. Pemaknaan ”matahari” sebagai ”harapan” terjadi karena melihat kedudukannya yang mempunyai gambaran sebagai ”percik-percik” yang memberi sinar cerah akan masa depan kita manusia dalam hidup. Namun demikian kita dihimbau untuk tidak hanya melihat masa depan tetapi juga melihat masa lalu, di mana pada masa lalu itulah banyak pelajaran yang dapat kita peroleh untuk perwujudan masa depan yang lebih baik tersebut.

5.KESIMPULAN

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan judul Semua yang Tumbuh, yang dapat disimpulkan sebagai berikut.

Matahari”, secara simbolis, muncul pada bait kedua, pada bait itu matahari sebagai simbol yang mennggantikan sesuatu. matahari“, secara metafora, menyiratkan suatu arti tentang “Harapan”.

Pembacaan hermeneutik dalam kumpulan puisi Kujilat Manis Empedu karya D.Zawawi Imron ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami makna yang terkandung didalamnya. Maka-makna yang terkandung dalam sajak tersebut mengandung nilai kehidupan yang berhubungan dengan ketuhanan.

Oleh karena itu sajak-sajak yang dikaji di sini tentang matahari yang menunjukan kesadaran “aku-lirik” sebagai manusia yang memiliki harapan dalam menyikapi kehidupan dunia agar menemukan hidup yang baik, selamat dunia dan akhirat dengan ridlo Allah. Keadaan ini mengindikasikan bahwa “aku-lirik” sebagai hamba Allah yang memiliki harapan-harapan besar tentang hidupnya. Dari penelitian ini, diharapakan pembaca dapat lebih mudah untuk memahami dan menafsirkan khususnya sajak Semua yang Tumbuh”, dan terlebih sajak-sajak lain dalam kumpulan puisi Kujilat Manis Empedu karya D. Zawawi Imron.

Kesadaran “aku-lirik” tentang harapannya kepada Tuhan sebagai esensi kehidupan sebagai manusia yang memiliki keingina dan impian dalam kehidupan yang akan menyelamatkan kehidupan manusia dari ilusi duniawi. Dengan itu kita wajib kberibadah kepada Allah SWT. Manusia tumbuh dalam kehidupan karena Allah SWT, manusia hakikat manusia yang memiliki harapan mempunyai mimpi pastilah memiliki gambaran apa yang akan ia lakukan dalam hidupnya. Demi ridlo Allah atas hidup kita, bagaimana kita memahami hidup. Siramilah hidup kita yang singkat ini dengan ibadah taqwa kepada Allah SWT, karena kita telah diberikan-Nya hidup dan harapan dalam hidup.